Sejarah Berdirinya Pers Islamis dan Harian Republika

Jumat, 25 Juli 2008

Sejarah Berdirinya Pers Islam dan Harian Republika



Gigih Sari Alam

Lahirnya pers Islamis di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari pengaruh sejarah politik Indonesia sendiri. Pasang-surut politik berikut pergantian atau perubahan konstelasi politik yang berpengaruh terlihat sangat mewarnai eksistensi pers Islam. Tradisi pers yang hidup sejak awal abad ke-20 tidak memberi jaminan bagi satu pun penerbitan pers Islam untuk menjadi sebuah media besar dalam usia cukup panjang.

Harian Pelita yang terbit sejak tahun 1974 dan menjadi alternatif koran Islam setelah dibreidelnya Harian Abadi, pernah mencapai oplah di atas 200 ribu pada kurun waktu antara 1977 dan 1982. Pencapaian oplah sebesar itu sekaligus membuat Pelita mengukir sejarah sebagai koran yang pernah mengalahkan harian Kompas, walaupun hanya beberapa saat.

Tetapi karena berbagai bentuk tekanan politik, mulai dari pembreidelan berulang-ulang, upaya persuasi tokoh-tokoh muslim Golkar hingga senjata Undang-undang yang menekan dengan persyaratan modal, Harian Pelita akhirnya menyerah kepada Golkar. Dan sejak jatuh ke pelukan partai penguasa jaman Orde Baru ini, Pelita pun menjadi koran dengan ideologi “Islam Pembangunan”.

Hubungan masyarakat Islam dan negara memang berada pada titik terburuk pada paruh pertama dekade 1980-an sejalan dengan meningkatnya kontrol negara atas kekuatan masyarakat sipil. Pada masa itu bukan hanya penerbitan pers yang mendapat tekanan dan kontrol ketat, tetapi juga penerbitan buku dan forum-forum ceramah agama Islam.

Sasaran kontrol pada politik ini sekaligus menggambarkan pola hubungan antara masyarakat sipil dan negara pada masa itu yang agak berbeda dengan masa akhir 1970-an. Di akhir tahun 1970-an, ketegangan antara unsur masyarakat sipil dan negara dalam hal ini pemerintah lebih banyak melibatkan tokoh-tokoh mahasiswa dan intelektual kritis. Ketegangan itu juga ditandai oleh bentuk penahanan tokoh-tokoh tersebut, pembreidelan buku-buku dan koran mereka, dan berbagai bentuk kontrol sistematis lainnya.

Di pertengahan dekade 1980-an, dominasi negara atas berbagai unsur masyarakat sipil berada pada puncaknya. Masyarakat hampir tidak memiliki saluran artikulasi politik alternatif yang memadai untuk mempengaruhi sikap penguasa. Partai politik yang seharusnya menjadi saluran formal untuk aspirasi politik juga berada di titik kelemahan terendah, setelah diberlakukannya asas tunggal Pancasila.

Kelompok masyarakat sipil dari unsur Islam tentu saja paling dirugikan oleh situasi ini. Pers yang aspiratif terhadap umat Islam nyaris tidak ada. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sebagai partai politik Islam bukan saja ditetapkan harus kalah oleh sistem pemilu dan sistem keanggotaan parlemen, tetapi juga makin tidak berdaya karena harus berasas tunggal dan mengganti lambangnya.

Sikap represif maupun politik kooptasi pemerintah Orde Baru itu tentu saja tidak mampu menutupi semua informasi tentang berbagai kebobrokan administrasi pemerintahan dan perilaku elite penguasa. Di kalangan masyarakat Islam, represi dan politik kooptasi terhadap tokoh-tokoh dan pers Islam malah membuahkan kanalisasi arus informasi ke media-media informal.

Sebagai reaksi atas represi dan kontrol ketat oleh negara tersebut, pemanfaatan media media-media intern dan media dialogis meningkat, terutama di kalangan mahasiswa yang berbasis di masjid-masjid kampus dan kalangan pemuda yang tergabung dalam organisasi-organisasi pemuda mesjid. Sementara di kalangan kaum muda independen, kanalisasi itu muncul dalam bentuk-bentuk kelompok diskusi dan peningkatan kreatifitas menulis.



Next Page .....

5 komentar:

Anonim mengatakan...

Bung boleh dong kita saling elaborasi kondisi kekinian Indonesia. (iamsoekarno@yahoo.co.id)

Anonim mengatakan...

Agak susah tah? Kalau menuliskan tentang bagaimana internal media yang sekarang ada, seperti media on line? detik.com, vivanews.com, inilah.com dll.

people shiit mengatakan...

bang, boleh aku minta scrib tentang " sejarah republika"
saya mahasiswa jurnalistik yang seneng banget ngebaca sejarah2 media massa di indonesia....

thanks for your attantion.....sallaam kenal bang

Gigih Sari Alam mengatakan...

@ PS: Boleh saja, silahkan kirim email anda. Terima kasih untuk atensinya.

Dewi Safitri mengatakan...

bang boleh ngga minta scribnya tentang "sejarah republika"
saya mahasiswi komunikasi


trima kasih slaam knal ,,,,

Posting Komentar

Silahkan beri komentar anda .....
Terima kasih.

 
 
 
 
Copyright © Gigih Sari Alam