Penegasian Konstruksionis Terhadap Positivistis

Jumat, 25 Juli 2008

PENEGASIAN KONSTRUKSIONIS TERHADAP POSITIVISTIS

Gigih Sari Alam

Secara umum berita sebagai sebuah produk kerja wartawan dipahami sebagai sebuah realita yang “direpresentasikan” secara utuh apa adanya, persis seperti realita yang terjadi (an sich) di lapangan. Terkadang istilah fakta[1] dijadikan pembenaran untuk menutupi sisi subjektivitas dari para pekerja media. Pada kenyataannya ada hal yang mempengaruhi produksi berita sehingga sampai kepada pembacanya, hal tersebut adalah subjektifitas wartawan, kebijakan wartawan atau redaksi, ruang tampilan, rubrikasi dan orientasi institusi media.

Berbicara mengenai pemberitaan media berarti tidak terlepas dari pengertian objektivitas, dalam pengertian di sini adalah bahwa berita dipandang sebagai sesuatu yang tidak memihak, dua sisi dan netral. Sebangun dengan independensi, objektivitas merupakan nilai prinsip dari media dalam menjaga kredibelitasnya.[2]

Dalam kajian efek media, paradigma konstruksionis[3] dan positivistis[4] menjadi perdebatan antara para akademisi mulai, pada perdebatan pakar jurnalistik ini dibukukan pada tahun 1984, yaitu perdebatan antara John C Merill dan Everette E. Dennis. John C. Merril berpendapat bahwa kerja wartawan dalam memproduksi berita berupa pencarian berita, peliputan, penulisan, sampai dengan editing berita merupakan tindakan subjektivitas wartawan.[5] Sedangkan Everette E. Dennis berpendapat bahwa bentuk dari objektivitas dari kerja wartawan adalah adanya pemisahan fakta dan opini serta peliputan dua sisi adalah merupakan bentuk objektivitas dari kerja wartawan. Pada intinya pandangan positivistik menitikberatkan pada pengaruh media terhadap audiens, sedangkan pandangan konstruksionis memusatkan perhatian pada bagaimana seorang membuat gambaran mengenai sebuah peristiwa politik, personalitas, pembentukan dan pengubahan sebagai konstruksi realitas politik.[6]

Peter L. Berger mengatakan bahwa realitas terbentuk secara sosial, artinya sebagai sebuah institusi media akan langsung mempengaruhi dan dipengaruhi oleh society/ masyarakatnya.[7] Media yang dipandang sebagai sebuah institusi yang tidak pernah lepas dari pertarungan kekuatan sosial, politik dan ekonomi saling berlomba mencari otoritas untuk mendefinisikan realitas, sehingga realitas menjadi dari kekuasaan. Dengan kata lain media tidak pernah terlepas dari keseharian hidup masyarakat, mereka selalu mengalami proses dialektis, yaitu eksternalisasi, objektifikasi dan internalisasi. Pada proses eksternalisasi manusia mengeluarkan gagasan ketika berinteraksi antara satu dengan lainnya.[8]



Next Page ...

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Mas ini tulisan kok seperti mirip buku atau bahan kuliah? kalau boleh tau dari universitas mana?

Posting Komentar

Silahkan beri komentar anda .....
Terima kasih.

 
 
 
 
Copyright © Gigih Sari Alam